Ekonomi
Tahun 2015 Membaik
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,5 – 5,8
persen pada tahun 2015 berdasarkan fundamental ekonomi tahun 2014. Normalisasi
perekonomian Tiongkok masih akan menjadi faktor dominan yang memengaruhi
kondisi perekonomian global.
Sepanjang tahun 2014, kebijakan moneter
masih tetap fokus pada stabilisasi perekonomian untuk menjaga targer inflasi
meskipun terjadi koreksi pertumbuhan ekonomi emnajdi 5,1 persen hingga 5,5
persen. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang pada tahun 2014,
perekonomian akan lebih baik pada tahun 2015. Target pertumbuhan ekonomi tahun
2015 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 diikuti penetapan target inflasi
yang turun pada kisaran 3-5 persen.
BI sudah dua kali mengoreksi target
pertumbuhan ekonomi tahun 2014. Target semula yang pada kisaran 5,8 – 6,2
persen dikoreksi menjadi 5,5 -5,9 persen. Kemudian dikoreksi lagi menajdi 5,1 –
5,5 persen. Pada triwulan I-2014, realisasi pertumbuhan ekonomi indonesia 5,21
persen. Revisi target pertumbuhan ekonomi 2014 oleh BI itu dipengaruhi
penurunan kinerjaekspor, terutama dari sektor pertambangan. Kinerja ekspor
pertambangan merosot karena penerapan kebijakan hilirisasi dan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Rapat Dewan Gubernur BI pada 8 mei 2014
memutuskan mempertahankan suku ungan acuan atau BI rate sebesar 7,5 persen.
Langkah ini untuk mengarahkan inflasi sesuai target tahun 2014, yakni 3,5 - 5,5
persen. Inflasi per akhir tahun 2013
sebesar 8,38 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 sebesar
5,78 persen.
Perbaikan ekonomi global masih terus
berlangsung pada triwulan I-2014, terutama pemulihan ekonomi di Amerika Serikat
dan Uni Eropa. Yang perlu diwaspadai adalah masih akan lemahnya harga komoditas
karena melambatnya permintaan Tiongkok. Harga beberapa komoditas unggulan
ekspor Indonesia turun pada triwulan I-2014. Tiga komoditas dengan penurunan
harga terbesar aalah karet, nikel dan tembaga. Harga karet turun 23,53 persen,
nikel turun 15,69 persen dan tembaga turun 11,79 persen.
Ekonom UI, Anto Hermanto Gunawan
menjelaskan, untuk meningkat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah
harus memeperhatikan bauran kebojakan soal infrastruktur. Selama ini
pembangunan infrastruktur transportasi masih mengutamakan jalan raya sehingga
pertumbuhan hanya terjadi di pulau yang bersangkutan. Sebagai negara kepulauan,
seharusnya kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di arahkan ke
transportasi udara dan laut.
Kondisi itu menimbulkan dua ketimpangan
sekaligus, yakni ketimpangan pendapatan antar warga dan ketimpangan pendapatan
antar wilayah. Infrastruktur jalan yang didukung kebijakan subsidi bahan bakar
minyak, misalnya justru meningkat taraf hidup para pemilik mobil di perkotaan
yang bergerak menjadi anggota kelas menengah. Sebaliknya, para petani di
pedesaan tidak menerima subsidi bahan bakar minyak secara langsung. Petani
tetap menjadi kelas bawah dalam struktur perekonomian.
Menurut Anton, fokus pada infrastruktur
jalan juga memicu ketimpangan antara pulau berpenduduk padat, seperti Bali,
Jawa, Sumatera dan pulau yang bergantung pada sarana transportasi laut, seperti
sebagian besar wilayah Indonesia bagian Timur. Dalam skala tertentu, kondisi
ini harus diwaspadai karena bisa memicu konflik antarwilayah.
Daftar
pustaka : (koran kompas mei 2014)