Rabu, 09 Juli 2014

Tulisan 9


Ekonomi Tahun 2015 Membaik

Perekonomian Indonesia tumbuh 5,5 – 5,8 persen pada tahun 2015 berdasarkan fundamental ekonomi tahun 2014. Normalisasi perekonomian Tiongkok masih akan menjadi faktor dominan yang memengaruhi kondisi perekonomian global.

Sepanjang tahun 2014, kebijakan moneter masih tetap fokus pada stabilisasi perekonomian untuk menjaga targer inflasi meskipun terjadi koreksi pertumbuhan ekonomi emnajdi 5,1 persen hingga 5,5 persen. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang pada tahun 2014, perekonomian akan lebih baik pada tahun 2015. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 diikuti penetapan target inflasi yang turun pada kisaran 3-5 persen.

BI sudah dua kali mengoreksi target pertumbuhan ekonomi tahun 2014. Target semula yang pada kisaran 5,8 – 6,2 persen dikoreksi menjadi 5,5 -5,9 persen. Kemudian dikoreksi lagi menajdi 5,1 – 5,5 persen. Pada triwulan I-2014, realisasi pertumbuhan ekonomi indonesia 5,21 persen. Revisi target pertumbuhan ekonomi 2014 oleh BI itu dipengaruhi penurunan kinerjaekspor, terutama dari sektor pertambangan. Kinerja ekspor pertambangan merosot karena penerapan kebijakan hilirisasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Rapat Dewan Gubernur BI pada 8 mei 2014 memutuskan mempertahankan suku ungan acuan atau BI rate sebesar 7,5 persen. Langkah ini untuk mengarahkan inflasi sesuai target tahun 2014, yakni 3,5 - 5,5 persen.  Inflasi per akhir tahun 2013 sebesar 8,38 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 sebesar 5,78 persen.

Perbaikan ekonomi global masih terus berlangsung pada triwulan I-2014, terutama pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Yang perlu diwaspadai adalah masih akan lemahnya harga komoditas karena melambatnya permintaan Tiongkok. Harga beberapa komoditas unggulan ekspor Indonesia turun pada triwulan I-2014. Tiga komoditas dengan penurunan harga terbesar aalah karet, nikel dan tembaga. Harga karet turun 23,53 persen, nikel turun 15,69 persen dan tembaga turun 11,79 persen.

Ekonom UI, Anto Hermanto Gunawan menjelaskan, untuk meningkat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah harus memeperhatikan bauran kebojakan soal infrastruktur. Selama ini pembangunan infrastruktur transportasi masih mengutamakan jalan raya sehingga pertumbuhan hanya terjadi di pulau yang bersangkutan. Sebagai negara kepulauan, seharusnya kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di arahkan ke transportasi udara dan laut.

Kondisi itu menimbulkan dua ketimpangan sekaligus, yakni ketimpangan pendapatan antar warga dan ketimpangan pendapatan antar wilayah. Infrastruktur jalan yang didukung kebijakan subsidi bahan bakar minyak, misalnya justru meningkat taraf hidup para pemilik mobil di perkotaan yang bergerak menjadi anggota kelas menengah. Sebaliknya, para petani di pedesaan tidak menerima subsidi bahan bakar minyak secara langsung. Petani tetap menjadi kelas bawah dalam struktur perekonomian.

Menurut Anton, fokus pada infrastruktur jalan juga memicu ketimpangan antara pulau berpenduduk padat, seperti Bali, Jawa, Sumatera dan pulau yang bergantung pada sarana transportasi laut, seperti sebagian besar wilayah Indonesia bagian Timur. Dalam skala tertentu, kondisi ini harus diwaspadai karena bisa memicu konflik antarwilayah.

Daftar pustaka : (koran kompas mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar