Perekonomian Indonesia
Realisasi Pajak Bisa Terendah
Realisasi penerimaan pajak pada triwulan II
hingga IV tahun 2014 diperkirakan melambat seiring pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang diprediksi 5,1-5,5 persen. Persentase realisasi pajak pada akhir
tahun ini bisa jadi yang terendah selama beberapa tahun terakhir. Anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) 2014 menargetkan penerimaan pajak Rp
1.110,19 triliun. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pajak (DJP), realisasi
penerimaan pajak per 7 mei 2014 mencapai Rp 307,5 triliun atau 27,7 persen dari
target. Sampai dengan akhir tahun 2014, penerimaan pajak masih kurang Rp 802,59
triliun.
Menurut Direktorat Eksekutif Center For
Indonesia Taxation Analysis Yustinus
Prastowo memperkirakan realisasi pajak tahun
2014 paling besar adalah 94 persen. Angka ini sudah sangat optimis. Jadi
masih bisa dibawah itu. Yang menjadi persoalan, tak ada langkah-langkah yang
luar bisas yang dialkukan oleh DJP untuk mengantisipasi penurunan persentase
penerimaan ini. Namun, menurut dia realisasi penerimaan pajak triwulan I-2014
tersebut tidak mencerminkan kondisi penerimaan pajak pada triwulan berikutnya.
Alasannya, realisasi triwulan I-2014 disebabkan faktor bawaan dari Desember
2014. Faktor itu diantaranya sumbangan dari pph pasal 25 dan 29 orang/pribadi
yang pelaporan surat pemberitahuannya jatuh tempo per 31 Maret 2014. Tren ini
hanya terjadi pada Maret dan April. Setelah itu akan kembali normal.
Prastowo berpendapat, reliasasi penerimaan
pajak tahun 2014 bisa lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
akibat pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang diperkirakan melambat.
Saat pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sebesar
6,5 persen, penerimaan pajak 97 persen. Tahun 2012, ketika pertumbuhan ekonomi
melambat menjadi 6,2 persen, penerimaan pajak 94 persen dari target. Pada tahun
2013 dengan pertumbuhan ekonomi 5,78 persen, penerimaan pajak 92,5 persen.
Sebelumnya, DJP Fuad Rahmany mengatakan, penerimaan pajak selalu mengikuti
pertumbuhan ekonomi . jika pada triwulan I-2014 kondisinya tidak linier, hal
itu disebabkan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan DJP.
Tren penurunan realisasi penerimaan pajak
2014, menurut prastowo tak diantisipasi oleh DJP. Hal ini misalnya,
sektor-sektor dengan basis data yang tak akurat dan muktahir mestinya bisa
diberlakuakn tarif pajak final. Contohnya sektor pertambangan umum, kehutanan
dan perkebunan. Pemerintah menyusun sistem dan infrastruktur pemuktahiran data
sektoral akurat sambil memberlakukan
tarif pajak final. Pada tiga sektor itu, penerimaan pajak turun tajam
seiring penurunan produk domestik bruto sektoral.
Referensi : (
koran kompas mei 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar