Rabu, 25 Juni 2014

Tulisan 1


Perekonomian Indonesia

Realisasi Pajak Bisa Terendah

Realisasi penerimaan pajak pada triwulan II hingga IV tahun 2014 diperkirakan melambat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi 5,1-5,5 persen. Persentase realisasi pajak pada akhir tahun ini bisa jadi yang terendah selama beberapa tahun terakhir. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2014 menargetkan penerimaan pajak Rp 1.110,19 triliun. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pajak (DJP), realisasi penerimaan pajak per 7 mei 2014 mencapai Rp 307,5 triliun atau 27,7 persen dari target. Sampai dengan akhir tahun 2014, penerimaan pajak masih kurang Rp 802,59 triliun.

Menurut Direktorat Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis  Yustinus Prastowo memperkirakan realisasi pajak tahun  2014 paling besar adalah 94 persen. Angka ini sudah sangat optimis. Jadi masih bisa dibawah itu. Yang menjadi persoalan, tak ada langkah-langkah yang luar bisas yang dialkukan oleh DJP untuk mengantisipasi penurunan persentase penerimaan ini. Namun, menurut dia realisasi penerimaan pajak triwulan I-2014 tersebut tidak mencerminkan kondisi penerimaan pajak pada triwulan berikutnya. Alasannya, realisasi triwulan I-2014 disebabkan faktor bawaan dari Desember 2014. Faktor itu diantaranya sumbangan dari pph pasal 25 dan 29 orang/pribadi yang pelaporan surat pemberitahuannya jatuh tempo per 31 Maret 2014. Tren ini hanya terjadi pada Maret dan April. Setelah itu akan kembali normal.

Prastowo berpendapat, reliasasi penerimaan pajak tahun 2014 bisa lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini akibat pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang diperkirakan melambat.

Saat pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sebesar 6,5 persen, penerimaan pajak 97 persen. Tahun 2012, ketika pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 6,2 persen, penerimaan pajak 94 persen dari target. Pada tahun 2013 dengan pertumbuhan ekonomi 5,78 persen, penerimaan pajak 92,5 persen. Sebelumnya, DJP Fuad Rahmany mengatakan, penerimaan pajak selalu mengikuti pertumbuhan ekonomi . jika pada triwulan I-2014 kondisinya tidak linier, hal itu disebabkan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan DJP.

Tren penurunan realisasi penerimaan pajak 2014, menurut prastowo tak diantisipasi oleh DJP. Hal ini misalnya, sektor-sektor dengan basis data yang tak akurat dan muktahir mestinya bisa diberlakuakn tarif pajak final. Contohnya sektor pertambangan umum, kehutanan dan perkebunan. Pemerintah menyusun sistem dan infrastruktur pemuktahiran data sektoral akurat sambil memberlakukan  tarif pajak final. Pada tiga sektor itu, penerimaan pajak turun tajam seiring penurunan produk domestik bruto sektoral.

Referensi : ( koran kompas mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar